FREE DOWNLOAD SKRIPSI MATEMATIKA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DENGAN PENYELESAIAN MASALAH HEURISTIK WICKELGREN PADA POKOK BAHA

Posted by Unknown on Kamis, 22 Desember 2011

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DENGAN PENYELESAIAN MASALAH HEURISTIK WICKELGREN PADA POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI UPTSP SMP NEGERI 2 PUNGGING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu upaya
peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan masalah yang harus dipikirkan dan direncanakan
secara berkesinambungan. Facione (1994) mengemukakan bahwa sudah
banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan diIndonesia, khususnya kualitas pendidikan matematika di
sekolah, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau
dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.1
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai sangat
memegang peranan penting karena matematika dapat meningkatkan
pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif,
dan efisien.2 Oleh karena itu, pengetahuan matematika harus dikuasai sedini
mungkin oleh para siswa. Kebanyakan proses pembelajaran yang digunakan
1 Fatichatul Chasanah. “Penerapan Pembelajaran PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia)
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Materi Sistem Persamaaan Linear Dua
variabel dikelas VIII SMP Kartini”. Skripsi (Surabaya: Perpustakaan IAIN Sunan Ampel
Surabaya.2010)
2 R.Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia, (Jakarta: DEPDIKBUD DIRJEN Pendidikan
Tinggi, 1998), h. 40
2
oleh guru adalah pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan
pemberian tugas. Pendekatan pembelajaran ini mengakibatkan rendahnya
pada kemampuan penalaran siswa, karena proses belajar mengajar lebih
didominasi oleh guru.
Belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekedar menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan
tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.
Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna.3 Sedangkan menurut pembelajaran konstektual, pengetahuan itu
akan lebih bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.4
Pengetahuan yang demikian tidak akan mudah dilupakan dan fungsional.
Kesulitan spesifik pengetahuan matematika bagi siswa terletak pada
sifat abstraknya. Siswa sering merasa sulit untuk mengaitkan matematika
yang dipelajarinya dikelas dengan berbagai situasi nyata, dan juga mengalami
kesulitan dalam menghubungkan antara pengetahuan matematika yang sudah
mereka miliki sebelumnya dengan apa yang mereka pelajari disekolah.
Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan sebanyak mungkin contoh riil
3 Wina Sanjaya. Perencanaaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakata. Kencana Prenada Media
Group. 2009. Hal.164
4 Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajarannya. Jakata. Kencana Prenada Media Group. 2009.
Hal.248
3
(nyata), seperti menggunakan kwitansi belanja untuk pembelajaran pada
siswa, yang dapat memperkuat kemampuan matematika mereka. Materimateri
ini dapat dibawa ke kelas oleh siswa itu sendiri, yang memperbanyak
kelibatan mereka di dalam pelajaran.5
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar
matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan
cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Berdasarkan
pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada
keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak
sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang
telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat
penting dilakukan.
Salah satu model yang diusulkan adalah dimana guru mulai dengan
sebuah contoh atau situasi yang realistis, mengubahnya menjadi sebuah model
matematika, mengarahkannya kesolusi matematika yang kemudian
diinterprestasikan kembali sebagai sebuah realistik. Strategi semacam ini jelas
akan berguna dalam mengaitkan pengetahuan dan aplikasi matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika yang berorientasi pada
matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience)
5 Daniel Muijs dan David Reynolds. Opcit. hal.341
4
dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah
Pembelajaran matematika realistik (PMR).
Soedjadi dalam Fatichatul Chasanah mengemukaan bahwa,
Pembelajaran matematika realistik (PMR) pada dasarnya adalah pemanfaatan
realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran
matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu, yaitu
pembelajaran konvensional6. Yang dimaksud realita adalah hal-hal nyata atau
konkret, yang dapat diamati atau dipahami siswa melalui membayangkan.
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat
siswa berada, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang
dapat dipahami siswa. Dengan kata lain yang dimaksud dengan lingkungan
adalah kehidupan sehari-hari yang dialami atau dapat dipahami siswa.
Jelaslah bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari definisi,
teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti
yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat, definisi
dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui
penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran.
Dengan demikian dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk aktif
bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri
6 Fatichatul Chasanah. Opcit. hal. 2
5
pengetahuan yang diperolehnya. Secara teoritis, PMR sangat tepat untuk
pembelajaran bidang studi matematika berkenaan dengan sifat matematika
yang pembahasannya cenderung abstrak . Sehingga diharapkan dengan
mengkaitkannya dengan masalah sehari-hari atau situasi dunia nyata, konsepkonsep
yang harus dikuasai dapat tertanam dengan baik.
Salah satu hal mendasar yang menjadi masalah dalam pembelajaran
matematika pada sekolah menengah adalah penyelesaian soal (masalah).
Berdasarkan pengalaman penulis dan pengamatan di lapangan, persamaan
linear dua variabel merupakan salah satu pokok bahasan matematika yang
tergolong sukar, beberapa siswa kelas VIII menunjukkan bahwa kesulitan
yang dialami siswa dikarenakan materi yang diajarkan terlalu abstrak. Selain
itu siswa belum mampu memaknai apa yang dipelajarinya dikarenakan adanya
pemikiran siswa bahwa persamaan linear dua variabel hanya mempelajari
perhitungan-perhitungan yang berupa variabel dan belum mengetahui manfaat
mempelajari sistem persamaan linear dua variabel.
Kemampuan menyelesaian masalah seringkali dijadikan tolak ukur
dari penguasaan konsep siswa, sehingga kemampuan ini harus selalu dilatih
disamping pemberian penanaman konsep secara benar. Wickelgren
mengemukakan ada empat langkah yang harus dilakukan dalam penyelesaian
masalah, yaitu: menganalisis dan memahami masalah (analyzing and
understanding a problem); merancang dan merencanakan solusi (designing
6
and planning a solution); mencari solusi dari masalah (exploring solution to
difficult problem); dan memeriksa solusi (verifying a solution).7
Berkaitan dengan dua hal di atas yaitu perlunya penerapan PMR dalam
bidang studi matematika di sekolah SMP dan karakteristik bidang studi
matematika yang pada akhirnya seringkali harus melakukan penyelesaian
masalah serta adanya tahap-tahap penyelesaian masalah seperti yang
dikemukakan Wickelgren maka perlu disusun suatu metode PMR dengan
langkah-langkah penyelesaian masalah Wickelgren.
Berawal dari penjabaran diatas penulis mencoba untuk mengadakan
penelitian yang berjudul “PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DENGAN PENYELESAIAN
MASALAH HEURISTIK WICKELGREN PADA POKOK BAHASAN
SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI UPTSP SMP
NEGERI 2 PUNGGING “
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu
rumusan masalah sebagai berikut:
7 Dindin Abdul Muiz Lidinillah,“Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika dan
Pembelajarannya di Sekolah Dasar” (http://www.docstoc.com/docs/25616440/Heuristik-
Pemecahan-Masalah-dan-Pembelajarannya-di-SD\ )download 24 maret 2011
7
1. Bagaimanakah proses pengembangan pembelajaran matematika realistik
dengan penyelesaian masalah heuristik Wickelgren pada pokok bahasan
sistem persamaan linear dua variabel ?
2. Bagaimanakah hasil pengembangan pembelajaran matematika realistik
dengan penyelesaian masalah heuristik Wickelgren pada pokok bahasan
sistem persamaan linear dua variabel yang valid, praktis dan efektif ?
Untuk memperjelas tentang kefektifan pengembangan pembelajaran
matematika realistik dengan penyelesaian masalah heuristik Wickelgren
pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel, maka akan
dibagi menjadi beberapa indikator, meliputi :
a. Bagaimana aktivitas siswa selama berlangsungnya proses
Pembelajaran matematika realistik dengan penyelesaian masalah
heuristik Wickelgren pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua
variabel ?
b. Bagaimana sintaks keterlaksanaan pembelajaran selama
berlangsungnya proses Pembelajaran matematika realistik dengan
penyelesaian masalah heuristik Wickelgren pada pokok bahasan
sistem persamaan linear dua variabel ?
c. Bagaimana respon siswa pembelajaran selama berlangsungnya proses
Pembelajaran matematika realistik dengan penyelesaian masalah
heuristik Wickelgren pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua
variabel ?
8
d. Bagaimana ketuntasan hasil belajar siswa selama berlangsungnya
proses Pembelajaran matematika realistik dengan penyelesaian
masalah heuristik Wickelgren pada pokok bahasan sistem persamaan
linear dua variabel ?

DOWNLOAD IN HERE
  1. BAB I
  2. BAB II
  3. BAB III
  4. BAB IV
  5. BAB V
  6. BAB VI

{ 0 comments... read them below or add one }

Posting Komentar