A. Latar Belakang
Dalam negara hukum Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum merupakan hal-hal pokok yang sangat penting dalam usaha mewujudkan prikehidupan yang aman, tentram dan tertib
Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dibutuhkan adanya lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna menegakkan hukum dan keadilan dengan baik.
Salah satu lembaga untuk menegakkan hukum demi mencapai keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum adalah Badan-Badan Peradilan sebagaimana yang dimaksud dalam UU. Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 10 ayat (1) UU. Nomor 14 tahun 1970 menyatakan : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan 1). Peradilan Umum ; 2). Peradilan Agama ; 3). Peradilan Militer ; dan 4). Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Agama di Indonesia (yang di negara Islam lain disebut “Mahkamah Syar’iyyah”) adalah merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu, dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqoh yang berdasarkan hukum Islam (Pasal 3 dan 49 UU. Nomor 7 Tahun 1989.
Secara teknis Pengadilan dibawah pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dan secara organisasi administrasi dibawah pengawasan Departemen Agama Republik Indonesia.
Badan Peradilan Agama disamping pelaksana Kekuasaan Kehakiman yang bertugas menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 45, Pengadilan Agama juga diserahi tugas dan kewenangan berdasarkan Undang-undang Pengadilan Agama, hal ini sesuai dengan pasal 49 dan pasal 52 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989. Berpijak pada landasan hukum diatas, Pengadilan Agama dituntut dapat mengayomi serta memberikan penyelesaian hukum yang adil ditengah masyarakat tanpa membedakan ras serta golongan.
Sebagai upaya menciptakan kinerja yang baik bagi petugas teknis pengadilan, selain menjalankan tata laksana sesuai dengan pola sistem Bindalmin (Pembinaan dan Pengendalian Administrasi), Pengadilan tentu juga akan memperhatikan tenaga teknis yang menjadi mobilitas pelaksanaan sistem tersebut, baik dari segi sumber daya maupun sarana prasarana penunjang yang lain.
Disisi lain, masyarakat yang mencari keadilan di Pengadilan Agama semestinya mereka telah memahami beberapa ketentuan yang berlaku serta tata laksana dalam pengajuan perkara. Sehingga akan muncul hubungan yang ideal antara masyarakat pencari keadilan yang menginginkan perkaranya segera selesai dengan para petugas Pengadilan dalam memproses perkara secara benar.
B. Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Kabupaten Kediri
Pengadilan Agama Kabupaten Kediriyang terletak di jl. Raya Tiron km 06 Desa Tiron Kec. Nglames Kabupaten. Kediriberdiri diatas tanah seluas 1.539 M2 dengan gedung permanen ukuran 250 M2 dengan status hak milik nomor 187/PELITA IV/II/87. Gedung Pengadilan Agama Kabupaten Kediridiresmikan penggunaannya pada hari Kamis Kliwon tanggal 3 Jumadil Awal 1408 H yang bertepatan dengan tanggal 24 Desember 1987 M oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II Kediri, Bapak Drs. Bambang Koesbardono.
Pengadilan Agama Kabupaten Kediriyang letak geografisnya sebelah utara kota Kediriini, merupakan pengembangan kota dibidang lembaga pelayanan hukum yang pada awalnya tersentral di Pengadilan Agama Kotamadya Kediri, pengembangan ini disebabkan menumpuknya perkara yang masuk pada Pengadilan Agama Kotamadya, hal ini sebagai upaya memudahkan penyelesaian perkara, selain itu pemisahan ini juga dimaksudkan agar ada identifikasi jelas tentang kelas atau tipe serta pemisahan administratif antara Kodya dengan Kabupaten.
Pengadilan Agama Kabupaten Kediridalam kurun waktu 15 tahun telah mengalami pergantian kepemimpinan 4 periode. Pada tahun pertama, Pengadilan Agama Kabupaten Kediridipimpin oleh Drs. Abdul Malik (1987-1990) yang pada saat itu hanya memiliki seorang hakim tetap, tiada lain adalah sang ketua sendiri. Sementara dalam menjalankan proses persidangan dibantu oleh tiga orang hakim honorer, mereka adalah : KH. Khudlori, KH. Haromain, dan Ibu Shafurah. Pada tahun 1990 Pengadilan Agama Kabupaten Kedirimendapat tambahan dua hakim tetap, yaitu Bpk. Miswan, SH., dan Bpk. Drs. Misbahul Munir.
Pada periode kedua tongkat kepemimpinan dibawah kendali Bpk. Drs. Muhtar, RM., SH. (1990-1996). Pada periode ini, pola Bindalmin sudah dapat dijalankan dengan baik. Selanjutnya pada periode ketiga, Pengadilan Agama Kabupaten Kediridipimpin oleh Drs. H. Ali Ridlo SH (1996-2001) setelah itu kepemimpinan diambil alih oleh Bpk. Drs. Ghufron Sulaiman (2001-sekarang).
C. Tahap-Tahap Perkembangan
Secara umum, fungsi kewenangan mengadili di lingkungan Pengadilan Agama telah ditentukan dalam pasal 49 ayat 1 yang meliputi perkara-perkara dibidang perdata diantaranya perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, shodaqoh dan wakaf. Batasan-batasan kewenangan daiatas disebut juga kompetensi absolut yang berarti merupakan apa yang telah ditetapkan menjadi porsi setiap lingkungan peradilan secara mutlak menjadi kewenangannya untuk menerima dan memutus perkara.
Dari beberapa kasus di bidang perdata yang menjadi kewengan Pengadilan Agama Kabupaten Kediri yang paling banyak terjadi adalah dibidang perkawinan, baik mengenai cerai talak, cerai gugat yang didalamnya mencakup gugatan nafkah, pembagian harta gono-gini, dispensasi nikah dan lain-lain. Hal ini bukan berarti perkara-perkara lain diluar bidang perkawinan tidak ada, hanya jumlah perkaranya relatif kecil dibanding perkara perkawinan.
Dari perkara perkawinan yang masuk di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, perkara yang terbanyak adalah cerai gugat hal ini disebabkan oleh faktor moral, seperti suami meningggalkan isteri dalam jangka waktu yang relatif lama, hal itu berarti suami telah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga yang berkewajiban memberikan nafkah lahir maupun batin kepada isterinya.
Adapun yang menjadi penyebab diajukankannya cerai talak diantaranya adalah isteri meninggalkan suami dengan dalil menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) keluar negeri dalam jangka waktuyang relatif lama. Keadaan demikian ini kemudian menjadi benih percekcokkan yang menjurus kearah perceraian.
D. Hambatan-Hambatan
Di dalam pelaksanaan teknis peradilan yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Kediri telah mengacu pada Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA. 001 / SK / I /1991 tentang pola pembinaan dan Pengendalian Administrasi Kepaniteraan Pengadilan (BINDALMIN) yaitu melalui meja I, meja II dan meja III. Dalam kelompok kerja pada meja I, meja II dan meja III terlihat beberapa prosedur telah dilakukan sesuai dengan aturan main yang berlaku, hal ini tiada lain merupakan usaha Pengadilan Agama Kabupaten Kediriuntuk terus berbenah dalam rangka melayani masyarakat sesuai dengan konsep dasar pengadilan. Salah satu contoh bahwa Pengadilan Agama Kabupaten Kediridalam tata laksana kerja telah sesuai dengan pola sistem Bindalmin terlihat pada meja I. Diantara bagian meja I terdapat kasir yang bertugas menerima, menaksir dan membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana yang tercantum dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar). Didalam membukukan uang panjar biaya perkara kedalam buku jurnal masing-masing perkara disesuaikan dengan berbagai macam jurnal, yaitu :
a. KI. PA. 1/P : untuk perkara permohonan
b. KI. PA. 1/G : untuk perkara gugatan
c. KI. PA. 2 : untuk perkara Banding
d. KI. PA. 3 : untuk perkara Kasasi
e. KI. PA. 4 : untuk perkara Peninjauan Kembali
f. KI. PA. 5 : untuk Permohonan Eksekusi
Kasir juga mengeluarkan dari panjar biaya perkara tersebut yang merupakan hak-hak kepaniteraan, besar jumlahnya adalah menurut ketentuan yang berlaku. Kasir sebulan sekali menyerahkan penerimaan hak-hak Kepaniteraan kepada Bendahara penerima untuk disetorkan ke kas negara, pemasukan dan pengeluaran uang setiap harinya harus dilaporakn kepada Panitera untuk dicatat dalam buku induk keuangan yang bersangkutan yaitu :
a. K.I – PA.6 : Buku Induk Keuangan Perkara
b. K.I – PA.7 : Buku Induk Keuangan biaya Eksekusi
c. K.I – PA. 8 : Buku Penerimaan Uang Hak-Hak Kepaniteraan
Secara umum tugas dari meja II sudah sesuai dengan teori yang mana pendaftaran perkara dalam buku register dilakukan dengan tertib sesuai dengan pencatatan dalam buku jurnal keuangan masing-masing data perkara dalam tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali serta eksekusi dimasukkkan dalam register induk perkara sesuai dengan jenis perkara. Register banding, kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi masing-masing hanya menurut data-data khusus sesuai dengan keadaan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali serta eksekusi. Hanya saja kendala yang timbul yakni ketidaktepatan waktu penyerahan instrumen dari Panitera Pengganti dan Juru Sita Pengganti kepada petugas tersebut sehingga mengakibatkan pencatatan dalam buku register menjadi kurang sempurna.
E. Kondisi Sekarang
Pengadilan Agama sebagai tempat untuk mencari keadilan dan kepastian hukum suatu perkara yang diajukan oleh masyarakat (penggugat/pemohon), berkewajiban membuka diri terhadap perkara yang diajukan kepadanya. Hal ini sesuai dengan pasal 7 UUPA nomor 14 tahun 1970 yang yang berisi tugas pokok hakim yaitu menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan.
Setiap perkara yang terjadi dalam masyarakat hendaknya diselesaikan di muka pengadilan. Masyarakat hendaknya didorong untuk mengajukan perkaranya ke pengadilan, hal ini untuk menanggulangi adanya suatu tindakan yang main hakim sendiri.
Dalam praktek peradilan Agama khususnya di Pengadilan Agama Kabupaten Kedirimasyarakat yang berkepentingan / berperkara langsung menghadap ke pengadilan agama untuk mengajukan kepentingan/perkaranya. Setelah adanya UUPA nomor 7 tahun1989, masyarakat yang berkepentingan/berperkara tidak perlu membawa surat pengantar (legalisasi) dari Lurah/Kepala Desa ataupun BP 4 / KUA Kecamatan.
Dalam hal pengajuan gugatan/permohonan kepada pengadilan Agama, penggugat/pemohon pada prinsipnya harus membuat surat gugatan sendiri atau dibuatkan oleh kuasa hukumnya. Namun praktek yang ada di Pengadialan Agama Kabupaten para penggugat/pemohon sendiri. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam membuat surat tersebut karena minimnya pengetahuan mereka tentang proses hukum, pendidikan rendah atau sebab lain. Realitas ini berdampak pada proses semestinya yang kemudian oleh pihak pengadilan diambil langkah antisipatif responsif untuk membuatkan surat gugatan yakni menunjuk jasa pembuat surat gugatan yang dalam hal ini diwakili oleh petugas Meja I baik itu Panitera Muda Permohonan maupun Panitera Muda Gugatan.
Sebagaimana dalam paparan Bab III bahwa relaas panggilan untuk pihak pengggugat/pemohon ditandatangani langsung setelah administrasi-administrasi awal diselesaikan. Hal ini bukan karena Pengadilan Agama tidak mau menjalankan prosedur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang melainkan mengacu kepada azas Peradilan Agama yaitu Cepat, Mudah dan Biaya Ringan. Pengadilan Agama mempermudah proses pemanggilan dengan memanggil langsung kepada pemohon / penggugat kebijakan seperti ini diambil karena staf-staf yang ada di badan peradilan Agama hanya beberapa orang saja dan tidak sebanding dengan perkara masuk.
Dalam proses persidangan, pertanyaan hakim lebih banyak terfokus pada hal-hal yang dapat dijadikan parameter kebenaran dalil gugatan / permohonan. Hal tersebut dilakukan untuk mencari titik temu permasalahan yang dapat disimpulkan menjadi keputusan nantinya. Sebab ketika hakim memutuskan suatu perkara, hakim harus melandaskan keputusannya pada kebenaran fakta dan bukti serta rujukan undang-undang yang berlaku.
Setelah hakim mengabulkan tuntutan pemohon / penggugat dan perkara dinyatakn putus, penggugat / pemohon diminta datang ke kasir untuk mengkonfirmasi ulang uang panjar biaya perkara yang telah dibayarkan sebelumnya dan diberi tahu kapan ia mendapatkan surat putusan pengadilan sekaligus berkas-berkas lain yang berkaitan.
F. Analisa
Setelah mengikuti secara langsung proses peradilan di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, mulai dari penerimaan perkara sampai pada proses hakim memutuskan perkara serta menelaah beberapa temuan dan dokumen-dokumen kesekretariatan yang menjadi bahan analisa, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Dalam tahun 2003, Pengadilan Agama Kabupaten Kedirimenerima sebanyak 651 perkara, sedangkan perkara yang diselesaikan sebanyak 736, sisa perkara pada tahun 2002 sebanyak 134 perkara. Sedangkan penyelesaian perkara, rata-rata tidak lebih dari enam bulan.
2. Administrasi perkara di Pengadilan Agama Kabupaten Kediritelah dilaksanakan sesuai dengan KMA Nomor : KMA/001/SK/I/1991, jika kita lihat ada yang sedikit berbeda, pada dasarnya semua itu dilakukan supaya efisisien.
3. Pengelolaan dan realisasi anggaran rutin, pengelolaan administrasi kepegawaian, surat menyurat dan inventaris telah dilaksanakan menurut ketentuan yang ada.
PENALITIAN LEMBAGA PENGADILAN AGAMA
KABUPATEN KEDIRI
Untuk Memenuhi Ujian Uts Dalam Bidang Studi Metode Penelitian
Disusun Oleh :
Hikmatul Umam
NIM: 07.3394
Dosen:
Drs. HM. Muchsin Ks, M.Ag
FAKULTAS SYARI'AH
JURUSAN AHWAL AL-SYAHSIYYAH
INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG – JOMBANG
2009
Home »Unlabelled » PENALITIAN LEMBAGA PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar