Berawal dari masa remajaku yang mulai beranjak dewasa. Saat itu usiaku masih 15 tahun, massa indah dimana remaja putri mencari jati dirinya. Massa – massa SMP yang menyenangkan membawaku terhanyut akan kecriaan ku. Aku tinggal di suatu perkampungan kecil yang di dalamnya dipenuhi oleh orang yang paham atau mengerti akan agama.
Kehidupanku sangatlah menyenagkan, percaya atau tidak aku seperti anak lelaki pada waktu itu. Ku habiskan banyak waktu ku untuk bermain dengan mereka, banyak hal yang dapat kami lakukan bersama. Sampai pada suatu hari ayahku marah dan menegur atas prilaku yang tak seharusnya dilakukan oleh seorang wanita. Akupun tak berani bermain dengan mereka sejak saat itu kepribadianku berubah. Aku tak menjadi seorang yang pendiam, tertutup dan jarang berinteraksi dengan dunia luar.
Sampai pada suatu hari ketika aku sedang terdiam dalam kelas, salah seorang sahabatku datang menemaniku ia pun bertanya “Apa yang sedang kamu lakukan di sini…?” akupun menjawab dan kami mulai berbicara banyak tentang kehidupan, dan masalah pribadi kami. Akupun sedikit menceritakan apa yang menjadi permasalahan yang belum bisa aku selesaikan. Tiba tiba saja dia menawariku untuk berkenalan dengan salah seorang teman laki lakinya. Akupun tak dapat menolak dan tak bisa langsung menerima tawarannya. Diapun berkata sambil membujukku.
“ayolah siapa tau dia bisa membantu menyelesaikan masalah yang kamu hadapi saat ini, atau dia bisa sekedar memberimu nasehat . . .!!”. aku pun berfikir. “Mengapa juga aku harus menolak, mungkin saja dia bisa membantuku untuk menemukan jatidiriku….?”
Beberapa hari kemudian, kamipun saling berkenalan, tak kusangka lelaki itu adalah seorang ustad muda. Aku tak berani lagi untuk meneruskan pertemanan kami itu. Sampai pada suatu kesempatan kami bertemu kembali dan saling bertegur sapa. Tak lama kemudian akupun mencoba memberanikan diri untuk melanjutkan pertemanan kami yang sempat tertunda. Sebelumnya aku berfikir seorang ustad itu adalah seorang yang tak mau berteman dengan orang seperti aku, ternyata ia tidak melihat orang dari gelarnya. Akupun nyaman bersama dengan nya. Banyak hal yang aku dapat darinya, hingga akupun menyadari sesuatu yang tak pernah aku sadari sebelumnya.
Dia pernah menanyaiku. “Mengapa adek tidak memakai jilbab…?” aku pun menjawabnya, “Untuk apa memakai jilbab, aku kan punya rambut . . .??” dia pun menertawaiku, dan akhirnya dia menjelaskan mengapa seorang wanita harus memakai jilbab…? Aku mulai mengerti sesuatu yang sebelumnya tak aku mengerti.
Sampai pada akhirnya akupun memutuskan untuk memakai jilbab hingga saat ini. Alasanku memakai jilbab bukan karena aku malu dengannya atau aku menyukainya. Tetapi ini adalah pilihan hidupku dan waktu telah membimbingku untuk memaki jilbab. Memakai jilbab karena Allah. Bukan karena seorang anak adam yang berani mengharapkan diriku.
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar