Kehidupanku mungkin tidak seberuntung orang diperkotaan. Aku hidup dalam keluarga sederhana. Memang benar kami hidup dinegara yang amat kaya namun masyarakatnya miskin. Aku tinggal dalam rumah sederhana dengan kedua orang tuaku. Negara kami kaya, itu mungkin hanya omong kosong para tikus negara.
Sejak kecil aku dididik untuk hidup sederhana, sabar menghadapi kenyataan hidup yang sangat keras. Aku pun ikut bekerja untuk membantu orang tuaku. Pengalamanku ini terjadi saat aku masih duduk di bangku smp. Apapun aku lakukan untuk membantu ayah dan ibu. Ayahku hanya seorang pengeruk pasir tradisional di desaku. Ayah adalah seorang yang sangat kuat tak pernah mengenal lelah, siang dan malam ia terus bekerja untuk menyekolahkan aku. Melihat ayah aku pun tak tega dan memutuskan untuk membantunya meski tidak banyak yang dapat aku lakukan.
Sampai pada suatu malam, saat itu aku sedang bersama salah satu teman aku, keso nama akrabnya. Tanpa disengaja dia mengajak aku pergi ngamen. Dalam pikiranku, daripada aku terdiam disini tidak ada gunanya, apa salahnya kalau ikut keso mengamen untung-untung buat tambahan uang saku besok…” tanpa berfikir panjang lagi aku mnerima tawaran dia. Namun ketika kami akan berangkat tiba-tiba saja nenek melarang kami untuk pergi. Tapi kami tetap tidak menghiraukan perkataan nenek dan tetap memutuskan untuk pergi.
Kami berjalan dan terus berjalan mengitari dari kampong ke kampong tanpa kenal lelah, memetik senar gitar demi selogam uang. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 08.00, kami pun memutuskan untuk pualang kerumah, tiba – tiba kami dikejar anjing dalam perjalanan pulang, kami berlari sampai tersengal sengal. Kami pun memutuskan untuk berhenti sejenak dan melepas haus disebuah warung. Disitu kami menghitung hasil uang yang kami peroleh tadi, hasilnyapun kami bagi untuk berdua. Meski sedikit itu hasil keringat sendiri.
Tak berapa lama kemudian, kami melanjutkan perjalanan pulang begitu akan pulang kami bertemu dengan mereka. Kami pun tidak dapat menolaknya. Sampai akhirnya mereka menanyai kami, “kalian habis dari mana …?” aku menjawab, “ngamen…?” mereka bertanya lagi “dapat uang berapa kalian tadi…?” aku menjawab , “hanya sedikit sob,…..” mereka seakan tak percaya akan apa yang kami dapatkan tadi.
Kami pun menceritakan tentang apa yang kami alami tadi. Kita semua seakan telarut akan pembicaraan kami, dan tak terasa waktu telah menunjukkan tengah malam. Kami pun bergegas untuk pulang kerumah masing – masing.
Sampainya dirumah akupun mulai menyadari betapa sulitnya. Mencari uang. Aku pun dapat mengambil pelajaran yaitu mendengarkan nasehat orang tua itu lebih baik dari pada kita mengabaikannya. Itulah kenyataan yang terjadi di kehidupanku. Tak selamnya Negara kaya masyarakatnya juga kaya. Ibarat “cicak makan kelapa” dan sampai akhir dunia hancur pun tidak akan terjadi, selama tetap serakah akan harta….
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar