DESAIN PROPOSAL SKRIPSI STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 690K/AG/2009 (SENGKETA WAKAF MASJID CUKIR)

Posted by Unknown on Rabu, 09 Maret 2011


DESAIN PROPOSAL SKRIPSI
STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 690K/AG/2009
(SENGKETA WAKAF MASJID CUKIR)

A. Latar Belakang Masalah
Wakaf sebagai suatu lembaga keagamaan disamping berfungsi sebagai ibadah kepada Allah juga berfungsi sosial. Dalam fungsinya sebagai ibadah, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan wakif di akherat. Sedangkan dalam fungsi sosial wakaf merupakan aset yang sangat bernilai dalam pembangunan.
Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ihlas karena mencari ridla-Nya.
Wakaf juga merupakan suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus-menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Seperti tercermin dalam Firman Allah di dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah.
Alqur’an menggambarkan bahwa imbalan seseorang menafkahkan harta di jalan Allah, ibarat sebulir benih yang tumbuh menjadi tujuh bulir dan pada setiap bulir seratus biji (QS. Al-Baqarah 262)
•           
              
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Wakaf juga sebagai usaha pembentukan watak kepribadian seorang muslim untuk melepaskan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain, juga merupakan investasi pembangunan yang bernilai tinggi tanpa memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi orang yang mewakafkan. Peranannya dalam pemerataan kesejahteraan di kalangan umat dan penanggulangan kemiskinan termasuk diantara sekian sasaran wakaf dalam ajaran Islam. Dengan demikian jika wakaf dikelola dengan baik tentu sangat menunjang pembangunan, ekonomi umat islam, dan bangsa.
Seperti diketahui di Indonesia hampir semua tempat ibadah umat Islam merupakan tanah wakaf. Bahkan banyak sarana pendidikan, rumah sakit dan sarana kepentingan umum lainnya merupakan tanah wakaf, dan jika tidak dikelola dengan baik akan banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan yang pada akhirnya tanah wakaf dapat digunakan untuk kepentingan umat disalahgunakan oleh orang-orang yang menginginkan tanah tersebut untuk memperkaya diri sendiri.
Begitu pula yang terjadi di masjid cukir dimana sejak beberapa tahun yang lalu telah banyak di ketahui bahwa ada permasalahan yang terjadi dalam tanah wakaf masjid cukir. Semakin lama permasalahan ini tidak kunjung selesai dan jalan mencari solusi melalui musyawarah pun gagal karena tidak ada titik temu yang di hasilkan dalam musyawarah tersebut. Dan pada puncaknya pihak yang tidak mengakui adanya wakaf terebut pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jombang, yang gugatan tersebut di tujukan kepada Takmir masjid cukir, dan Pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW) dan perkara tersebut sampai pada tingkat Mahkamah Agung. Kenapa hal tersebut bisa terjadi, dan bagaimana putusan Mahkamh Agung dalam memutus perkara tersebut.
Dalam teori kriminalitas, ada dua faktor penting yang membawa seseorang berbuat kriminal, yakni kemauan dan kesempatan. Keduanya menjadi faktor penentu terjadinya kejahatan. Tanpa salah satunya, kejahatan tidak akan terlaksana. Dalam kasus inipun demikian. Penyerobotan atas harta wakaf tidak akan terjadi jika tidak ada yang mempunyai keinginan untuk menyerobotnya sekaligus ada kesempatan untuk melakukannya. Teori ini akan semakin gamblang dipahami dengan mengungkap sebab-sebab pendukung sebagai berikut :
Pertama, umat Islam terlalu percaya diri bahwa harta tersebut sudah aman, karena sudah menjadi milik Allah SWT. Kepercayaan diri yang tidak disertai upaya preventif seperti ini, belakangan akan menjerumuskan umat Islam sendiri serta mendatangkan banyak masalah. Keyakinan bahwa akad tauhid tidak perlu ditulis karena pihak keduanya adalah Allah SWT secara dogmatis memang cukup berdasar. Namun keyakinan seperti tidak cukup komprehensif dan aman bagi status harta wakaf di Indonesia. Hal ini disebabkan di Indonesia harta wakaf tidak secara otomatis diakui sebagai sebuah harta wakaf, tanpa adanya legalisasi dari pemerintah melalui pencatatan data sertifikasi wakaf. Dalam teori kriminalitas tadi, keengganan umat Islam untuk melakukan legalisasi dengan sertifikasi harta wakaf merupakan faktor kesempatan. Kedua, masih terdapatnya pihak-pihak yang secara sengaja memanfaatkan kelengahan umat Islam seperti tersebut diatas untuk memperkaya diri atau kelompoknya, tentu dengan segenap kepongahan yang tidak takut siksa dunia akhirat. Dalam teori kriminalitas penjelasan ini merupakan faktor kemauan. Di masa mendatang, tetap saja akan banyak orang-orang yang menghendaki harta wakaf. Artinya, faktor kemauan bisa dikatakan akan selalu ada. Dengan demikian, upaya menebas kejahatan perampokan atas harta wakaf itu hanya bisa dilakukan dengan meniadakan faktor lainnya yaitu kesempatan. Inilah yang harus segera dilakukan umat Islam. Upaya menutup kesempatan bagi perampok harta wakaf ini hanya bisa dilakukan sesegera mungkin melakukan sertifikasi atas harta wakaf, sebagai upaya legalisasi atas harta wakaf tersebut.
Jika upaya ini bisa berjalan baik, maka di hari-hari mendatang kalaupun tetap ada orang-orang yang menghendaki harta wakaf, mereka tidak akan lagi memiliki kesempatan. Meskipun wakaf sudah dikenal dan dipraktekkan oleh umat Islam sejak masuknya Islam ke Indonesia, tetapi tampaknya permasalahan wakaf ini masih muncul dalam masyarakat sampai sekarang. Hal ini dapat dimaklumi karena pada awalnya permasalahan wakaf ini hanya ditangani oleh umat Islam secara pribadi, terkesan tidak ada pengelolaan secara khusus serta tidak ada campur tangan dari pihak pemerintah. Pada mulanya pemerintah tidak mengatur tata cara orang yang mewakafkan hartanya, pemeliharaan benda-benda wakaf, serta pengelolaanya secara lebih efektif, efisien dan produktif. Akibatnya karena belum adanya pengaturan dari pemerintah tersebut, sering kali terjadi keadaan-keadaan yang merugikan orang yang berwakaf , agama dan masyarakat misalnya :
Benda-benda wakaf tidak diketahui keadaannya lagi;
a) Penjualan kembali benda wakaf oleh ahli waris wakaf;
b) Sengketa tanah/benda wakaf, dan masalah-masalah lain yang merugikan masyarakat.
Sedangkan di sisi lain, wakaf sebagai salah satu lembaga Islam sangat penting bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan untuk kesejahteraan umat Islam. Mengingat sangat pentingnya persoalan wakaf ini maka Undang-Undang pokok Agraria No. 5/1960 telah mencantumkan adanya suatu ketentuan khusus mengenai masalah wakaf sebagaimana tersebut didalam Pasal 49 yang memberikan ketentuan sebagai berikut :
1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dibidang sosial dan keagamaan.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dari ketentuan pasal 49 ayat (3) diatas jelas bahwa untuk melindungi berlangsungnya tanah perwakafan di Indonesia, Pemerintah akan memberikan pengaturan melalui Peraturan Pemerintah tentang perwakafan tanah milik. Peraturan Pemerintah itu baru dikeluarkan setelah 17 tahun berlakunya UU Pokok Agraria itu. Pada tanggal 17 Mei 1977 Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 28 tentang Perwakafan Tanah Milik diiringi dengan seperangkat Peraturan Pelaksanaannya oleh Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri dan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Yang menjadi latar belakang dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 itu adalah :
1. Pada waktu yang lampau pengaturan tentang perwakafan tanah sebelum memenuhi kebutuhan juga tidak diatur secara tuntas dalam suatu Peraturan Perundang-Undangan Sehingga memudahkan terjadinya penyimpangan hakekat dan tujuan perwakafan itu sendiri.
2. Hal ini menimbulkan keresahan dikalangan umat Islam yang menjurus pada perasaan antipati terhadap lembaga wakaf, padahal lembaga itu dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana pengembangan kehidupan beragama, khususnya bagi umat Islam.
3. Dalam masyarakat banyak terjadi persengketaan mengenai wakaf tanah karena tidak jelasnya status tanah wakaf yang bersangkutan. Kemudian Pada tanggal 27 Oktober 2004, Pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan baru yaitu Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Undang-undang ini merupakan Undang-undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan tentang perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undangundang ini. Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat dalam UU No. 41/2004 bila dibandingkan dengan PP No. 28/1977 maupun KHI, walaupun banyak pula kesamaannya. Dapat dikatakan bahwa UU No. 41/2004 mengatur substansi yang lebih luas dan luwes bila dibandingkan dengan peraturan Perundang-undangan yang ada sebelumnya. Salah satu perbedaan UU No. 41/2004 dengan PP No. 28/1977 adalah ruang lingkup subtansi yang diaturnya. UU ini mengatur wakaf dalam lingkup yang lebih luas, tidak terbatas hanya pada wakaf tanah milik. Undangundang ini membagi benda wakaf menjadi benda tidak bergerak yaitu misalnya hak atas tanah, bangunan atau bagian bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah serta hak milik atas rumah susun dan benda bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan , hak atas kekayaan intelektual dan hak sewa. Khusus untuk benda bergerak berupa uang, UU No. 41/2004 mengaturnya dalam 4 pasal yaitu Pasal 28 sampai Pasal 31. Hal ini sejalan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2002 yang isinya membolehkan wakaf uang. Hal berbeda berikutnya yang terdapat dalam UU No. 41/2004 adalah mengenai pengertian sekaligus rukun wakaf. Wakaf menurut Pasal 215 KHI adalah : Perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam, jadi menurut pasal tersebut, salah satu rukun wakaf adalah permanen dan wakaf sementara adalah tidak sah. Namun hal itu kemudian diubah-ubah oleh UU No 41/2004 pada Pasal 1 UU No 41/2004 tersebut dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hokum wakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu dan sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat, jadi menurut ini wakaf sementara juga diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya. Hal berbeda lain yang terdapat pada UU No. 41/2004 adalah mengenai cara penyelesaian sengketa. Pada UU ini penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui musyawarah mufakat maupun bantuan pihak ketiga melalui mediasi, abitrase dan jalan terakhir adalah melalui pengadilan.
Dengan demikian penulis tertarik untuk mengetahui dan sekaligus meneliti tentang Sengketa Tanah wakaf masjid cukir dan dalam penelitian ini penulis mengambil STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 690 K/AG/2009 (SENGKETA WAKAF MASJID CUKIR)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah penyebab terjadinya sengketa wakaf di masjid cukir?
2. Bagaimana alasan hakim Pengadilan Agama Jombang dalam memutus sengketa wakaf masjid cukir?
3. Apa alasan MA dalam menguatkan putusan PTA Surabaya dan PA Jombang?

C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisa penyebab terjadinya sengketa wakaf di masjid cukir
2. Untuk memahami alasan hakim Pengadilan Agama Jombang dalam memutus sengketa wakaf masjid cukir.
3. Mengetahui alasan MA dalam menguatakan putusan PTA Surabaya dan PA Jombang.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang berguna bagi penulis khususnya dalam meyumbangkan sikap ilmiah menuju profesionalisme sebagai calon Sarjana Hukum Islam dan merupakan manifestasi dari Tridarma Perguruan Tinggi dalam bidang penelitian.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penelitian yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah wakaf serta kendala-kendala yang dihadapi.
E. Penegasan Judul
Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami skripsi ini, maka perlu adanya pembahasan pengertian serta penjelasan terhadap judul skripsi ini “STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 690K/AG/2009 (SENGKETA WAKAF MASJID CUKIR)”, maka dalam hal ini penulis menganggap perlu untuk menyajikan terhadap judul tersebut, yaitu:
Analisis :Kajian terhadap suatu peristiwa (tindakan, hasil pemikiran, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya).
Mahkamah Agung : Lembaga Tinggi Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya, bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Putusan :Pernyataan Hakim yang di tuangkan dalam bentuk tertulis dan di ucapkan oleh Hakim dalam siding terbuka untuk umum sebagai hasil
Wakaf : Tanah Negara yang tidak dapat di serahkan kepada siapapun dan digunakan untuk tujuan amal, benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas; hadiah atau pemberian yang bersifat suci.
Jadi yang dimaksud dengan judul dalam pembahasan ini adalah suatu usaha untuk melakukan penelitian dibidang perwakafan khususnya tentang sengketa wakaf di masjid cukir.
F. Kajian Pustaka
Skripsi ini dengan judul, “STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 690K/AG/2009 (SENGKETA WAKAF MASJID CUKIR)”. Perkara ini Merupakan dari sebuah penelitian yang akan di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam ilmu Syariah pada Fakultas Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng, subyek penelitian dalam putusan sengketa wakaf yang terjadi di masjid cukir tujuannya menjelaskan konsep yang sesuai dengan melihat kasus putusan Mahkamah Agung.
Dalam kajian pustaka ini, penulis akan berusaha menelusuri karya- karya terdahulu yang membahas tentang sengketa wakaf atau yang masih ada sangkut pautnya, hal ini penting untuk dijadikan sebagai salah satu acuan dalam proses penelitian, sehingga dapat berjalan lancar dan benar. Diluar itu, tinjauan pustaka juga penting dalam rangka menghindari adanya pengulangan penelitian (duplikasi) suatu hal yang sangat di sayangkan dalam penelitian Ilmiah.
Berdasarkan pembahasan yang berhubungan atau yang ada sangkut pautnya dengan bahasan Wakaf yang sudah pernah di angkat dan dijadikan judul atau tema skripsi pada tahun-tahun terdahulu, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Ali Mashudi, Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus Sengketa Tanah Wakaf di Desa. Sambi Kec. Kendal Kab. Kediri) ( Skripsi Fakultas Syariah IKAHA Tebuireng Tahun 2000)
2. Choirul Amir, Tinjauan Hukum Islam dan PP No. 28 Th. 1977 Terhadap Perubahan Penggunaan Harta Wakaf (stadi kasus di KUA Gedangan) ( Skripsi Fakultas Syariah IKAHA Tebuireng Tahun 2002)
3. Juwaini, Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Tanah Wakaf Masjid yang Dimanfaatkan untuk Jalan (Studi Kasus di Ds. Bakalan Sumobito Jombang) ( Skripsi Fakultas Syariah IKAHA Tebuireng Tahun 2001)
Berdasarkan penelusuran dan penelaahan bahan penulisan skripsi ini melakukan tahap Rekontruksi dan Abstraksi, Rekontruksi yang dimaksud adalah menyusun kembali dengan melihat pemikiran Hukum islam yang tersebar dari berbagai sumber kepustakaan dengan cara melakukan klasifikasi, kategori, pokok-pokok, kajian pemikiran Hukum Islam
Dengan ini penulis menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi dengan judul “STUDI ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 690K/AG/2009 (Sengketa Wakaf Masjid Cukir)”, benar-benar merupakan karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau hasil penelitian orang lain.
G. Kerangka / Landasan Teoritik
1. Pengertian wakaf.
Secara etimologi kata wakaf di dalam bahasa indonesia berasal dari kata kerja bahasa arab yang memepunyai arti berhenti. Kata wakaf jika di hubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang di maksud dalam pembahaan ini. Kata kerja wakaf yang di sandarkan pada harta kekayaan dapat di artikan juga dengan menahan. Sedangkan menurut terminologi wakaf adalah menahan harta yang bisa di manfaatkan dalam keadaannya masih tetap dengan cara memutus pentasyarufannya, untuk di serahkan pada keperluan yang mubham yang wujud.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang merupakan wujud penyempurnaan Undang-undang mengenai perwakafan yang tedahulu, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

2. Dasar Hukum Wakaf.
a. Al qur’an.
Meski di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits dasar hukum yang menyangkut mengenai perwakafan tidak disebutkan secara tegas dan jelas, namun menurut Basvir, sebagai mana dikutip oleh Mohammad Daud Ali, bahwa para ahli memandang beberapa ayat yang memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada masyarakat, hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dan hadits yang berkenaan dengan shodaqoh jariyah (sedekah yang pahalanya tetap mengalir) yang diberikannya ketika ia masih hidup, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah sebagai landasan perwakafan. Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur,an
a. Surat al-Baqarah ayat 267:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (البقرة : 267)
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk-buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”. (al-Baqarah : 267)

b. Firman Allah dalam surat Ali ‘Imran ayat 92:
            •   

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan tentang hal itu, sungguh Allah maha mengetahu”. (Ali ‘Imran : 92)

c. Surat al-Hajj ayat 77:
           
(الحج : 77)
“Wahai orang-orang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung”. ( Al-Hajj : 77)

2. Al-Hadits
a. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dai Ibnu Umar:
حَدَّثَنَا هَارُونُ حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِى هَاشِمٍ حَدَّثَنَا صَخْرُ بْنُ جُوَيْرِيَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ عُمَرَ تَصَدَّقَ بِمَالٍ لَهُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَكَانَ يُقَالُ لَهُ ثَمْغٌ ، وَكَانَ نَخْلاً ، فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى اسْتَفَدْتُ مَالاً وَهُوَ عِنْدِى نَفِيسٌ فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « تَصَدَّقْ بِأَصْلِهِ ، لاَ يُبَاعُ وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُ ، وَلَكِنْ يُنْفَقُ ثَمَرُهُ » . فَتَصَدَّقَ بِهِ عُمَرُ ، فَصَدَقَتُهُ ذَلِكَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَفِى الرِّقَابِ وَالْمَسَاكِينِ وَالضَّيْفِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَلِذِى الْقُرْبَى ، وَلاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهُ بِالْمَعْرُوفِ ، أَوْ يُوكِلَ صَدِيقَهُ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ بِهِ (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepadaku Harun, telah bercerita kepadanya Abu Sa’id pemimpin Bani Hasyim, telah bercerita kepadanya Sakhru bin Juwayriyah dari Nafi’ dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhumaa, bahwasannya ayahnya mensedekahkan hartanya pada masa Rosulullah SAW, yang berujud campuran jenis pohon kurma, lalu Umar berkata:“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ingin menghabiskan harta, sedang harta itu baik menurut saya dan saya ingin mensedekahkannya”. Lalu Nabi SAW bersabda: “ Sedekahkanlah pangkalnya, jangan dijual, jangan di berikan dan jangan diwariskan, tapi nafkahkanlah buahnya”. Maka Umar mensedekahkannya. Sedekahnya itu adalah pada sabilillah (Jalan Allah), riqaab (Untuk memerdekakan hamba sahaya), orang-orang miskin, tamu, ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan) dan kerabat. Dan tidak ada dosa bagi orang yang mengurusinya untuk memakan secara baik atau memberi makan temannya dengan tidak mengambil alih harta itu”.

b. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ - يَعْنِى ابْنَ سَعِيدٍ - وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ - هُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ - عَنِ الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
“Telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayub, Qutaibah (Ibnu Sa’id) dan Ibnu Hajar, mereka berkata bahwa isma’il (Ibnu Ja’far) dari ‘Ula dari ayahnya dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “ketika manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfa’at, atau anak shaleh yang mendo’akannya”.

Berdasarkan ayat-ayat al-Quran dan kedua hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah termasuk ibadah sunnah. Hal itu dikarenakan tidak adanya perintah tentang keharusan pelaksanaannya, melainkan hanya sebatas anjuran. Pengertian sunnah ditinjau dari balasan yang akan diberikan oleh Allah apabila dilaksanakan atau tidak yaitu sesuatu yang dianjurkan oleh syara’ untuk dikerjkan, pelakunya mendapat pahala dan yang meninggalkan tidak disiksa atau dicela.

3. Rukun Wakaf serta Syarat-syaratnya
Rukun wakaf yang harus dipenuhi ketika akan melaksakan wakaf. Adapun rukun-rukun tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wakif, yaitu orang yang berwakaf.
2. Mauquf, yaitu harta yang diwakafkan.
3. Mauquf ‘alaih, yaitu tujuan wakaf.
4. Shighat, yaitu pernyataan wakaf.
Selanjutnya menurut Undang-undang No. 41 Th. 2004 tentang wakaf, sunsur yang harus dipenuhi di dalam perwakafan ada 6, yaitu :
1. Wakif, yaitu pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
2. Nadzir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3. Harta benda wakaf, yaitu harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah yang diwakafkan oleh wakif.
4. Ikrar wakaf, yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
5. Peruntukan harta benda wakaf.
6. Jangka waktu wakaf.

H. Metodologi Penelitian
Sebelum menguraikan metode penelitian, penulis akan menyeampaikan pengertian metodelogi tersebut. Metodelogi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata methodos dan logos. Methodos adalah cara atau metode utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, logos berarti ilmu jalan melalui. Jadi metodelogi penelitian adalah ilmu tentang cara menemukan, mengembangkan, dan mengkaji kebenaran suatu penelitian.
Metode penelitian hukum ini tidak terlepas dari metode penelitian yang digunakan sebagai cara kerja dalam penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan sifat penelitianya adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia dan gejala-gejala lainya.
Dengan ini penulis harus menjelaskan secara menyeluruh dan sistematis mengenai cara dan proses dalam menyelesaikan sengketa tanah wakaf di masjid Jam’i cukir beserta mencari keterangan dari hakim Pengadilan Agama Jombang yang memutus atau memeriksa mengenai sengketa tanah wakaf.
2. Lokasi Penelitian
Dengan ini penulis harus menjelaskan secara menyeluruh dan sistematis mengenai cara dan proses dalam menyelesaikan sengketa tanah wakaf di masjid Jam’i cukir beserta mencari keterangan dari hakim Pengadilan Agama Jombang yang memutus atau memeriksa mengenai sengketa tanah wakaf.
3. Jenis Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini, ditinjau dari sifatnya terbagi menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka atau bisa dihitung , Sedangkan data kualitatif adalah suatu data yang tidak berupa angka-angka atau tidak berupa jumlah , data kualitatif dalam penelitian ini berupa keterangan-keterangan yang berkaitan dengan ketidakefektivan undang undang perwakafan ,Menurut sumbernya data dibedakan menjadi data internal dan eksternal. Data internal merupakan data yang diperoleh dari dalam obyek penelitian, sedangkan data eksternal merupakan data yang diperoleh dari luar obyek penelitian, kedua data tersebut merupakan data yang nantinya akan digunakan oleh peneliti dalam mencapai tujuan dalam penelitian ini.
1.
2.
3.
4.

a) Bahan Hukum Sekunder





4. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Yaitu data yang bersumber dari pihak-pihak yang terkait dan berhubungan langsung dengan penelitian yaitu hakim yang pernah memutus dan memeriksa perkara sengketa tanah wakaf, Nadzir, Wakif, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan pihak yang bersengketa dan juga putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu sumber data yang memberikan keterangan secara tidak langsung dan bersifat melengkapi sumber data primer. Sumber data sekunder dalam hal ini adalah: buku-buku, arsip-arsip, artikel ilmiah, Undang-undang No. 5 tahun 1960 Tentang Undang undang Pokok Agraria, Undang-undang No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, Undang-undang No. 3 tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama, Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 Tentang Wakaf Tanah Milik, Kompilasi Hukum Islam, dan publikasi dari lembaga terkait yang ada hubunganya dengan penyelesaian sengketa tanah wakaf.
5. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a). Wawancara/Interview
Wawancara merupakan tanya jawab dalam bentuk lisa dengan meperhatikan bahasa verbal dan non verbal untuk mencari jawaban atas suatu hal atau permasalahan. Wawancara dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.
Dalam hal ini penulis melakukan cara wawancara, dengan subyek penelitian yaitu para hakim Pengadilan Agama Jombang yang pernah memutus dan memeriksa perkara sengketa tanah wakaf, Nadzir, Wakif, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan pihak yang bersengketa.
b). Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian kualitatif. Teknik atau metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Tujuan dari metode dokumentasi adalah untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam sebuah penelitian yang berbentuk dokumen. Dalam penelitian ini metode dokumentasi peneliti gunakan untuk mengumpulkan data-data, baik data-data primer maupun sekunder yang berbentuk dokumen.
C). Pengamatan (Observasi)
Teknik pengamatan (observasi) adalah suatu usaha untuk menjawab masalah penelitian melalui pengamatan terhadap gejala yang diteliti dengan panca indera manusia (penglihatan dan pendengaran). Tujuan dari teknik ini adalah untuk menangkap gejala yang diamati, apa yang di tangkap tadi, dicatat kemudian di analisis.
Jenis metode observasi yang peneliti gunakan adalah observasi partisipatif, maksudnya peneliti harus banyak memainkan peran selayaknya yang dilakukan oleh subjek penelitian, pada situasi yang sama atau berbeda. Kaitannya dengan penelitian ini metode observasi partisipasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang lokasi harta wakaf,


6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah teknik analisa datamenggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu analisis data yang mengungkapkan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari kepustakaan yang meliputi yurisprudensi, literature, ketentuan yang ada hubunganya dengan penyelesaian sengketa wakaf pengadilan Agama dipadukan dengan pendapat responden dilapangan, dianalisis secara kualitatif dan dicari pemecahanya, disimpulkan kemudian digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.
I. Sistematika Pembahasan
Secara sistematis skripsi ini terdiri dari 6 (enam) bab, masing-masing bab memiliki sub bab. Hal ini dimaksudkan agar penulisan, penelitian dan pengkajian skripsi ini dapat dilaksanakan dengan mudah. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Pendahuluan merupakan tahap awal dari penulisan skripsi, yaitu memberikan wawasan umum tentang arah penelitian yang dilakukan. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya adalah latar belakang masalah yang menjelaskan latar belakang penelitian, untuk apa dan apa/siapa saja yang mengarahkan penelitian serta dimana serta bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan. Dilanjutkan dengan rumusan masalah yang merupakan rumusan-rumusan dari hal-hal yang menjadi pokok permasalahan yang ingin segera diperoleh jawabannya. Fokus penelitian yang berguna untuk mengetahui dan membatasi permasalahan-permasalahan yang di bahas dan sebagai pengendali agar tujuan penelitian tidak menyimpang dari pembatasan masalah yang dirumuskan, maka penulis membuat tujuan dan kegunaan pembahasan yang menjelaskan aspek kemanfaatan hasil penelitian. Dilanjutkan dengan penegasan judul yang dimaksudakan agar judul yang diangkat dapat benar-benar dipahami dan sebagai penelusuran bahan kepustakaan disajikanlah kajian pustaka, dalam sub bab ini, menjelaskan tentang hasil laporan-laporan penelitian terdahulu yang telah ditelaah oleh penulis. Hal ini dilakukan karena dalam kegiatan ilmiah, dugaan terhadap suatu masalah haruslah menggunakan pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumentasi dalam mengkaji persoalan. Sub bab berikutnya yaitu sistematika pembahasan merupakan pola dasar dari pembahasan skripsi dalam berbagai bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan kebulatan masalah yang di teliti.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Wakaf
Bab ini berisikan deskripsi teoritik mengenai masalah yang diangkat dalam pembahasan. Adapun penelitian ini dijabarkan dalam beberapa sub bab di antaranya adalah definisi wakaf, dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, macam-macam wakaf, harta benda wakaf.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini memuat metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang diuraikan dalam beberapa sub bab yaitu pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV : Deskripsi putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengeta wakaf.
Dimana nanti akan terdiri dari sub bab antara lain, sekilas tentang mahkamah agung, putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009, dasar pertimbangan putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf.
Bab V : Analisis putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf.
Bab ini adalah merupakan hasil pemikiran penulis terhadap hasil penelitian dan analisa penulis, dan di dalam subab akan di analisis terhadap hukum formil dan juga hukum matriil
Bab VI : Penutup
Bab ini merupakan tahapan akhir dari penulisan skripsi, di sini dijelaskan kesimpulan-kesimpulan apa saja yang dapat dirumuskan dari hasil analisis yang dilakukan, bab ini juga memuat saran dan kritik penulis terhadap pihak-pihak yang terkait atau rekomendasi yang diajukan.




DAFTAR ISI SEMENTARA
HALAMAN JUDUL
NOTA PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN
NOTA PEMBIMBING .
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penegasan Judul
F. Kajian Pustaka
G. Sistematika Pembahasan
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF
A. Definisi Wakaf
B. Sejarah Wakaf
C. Dasar Hukum Wakaf
D. Rukun Wakaf serta Sarat-saratnya
E. Macam-macam Wakaf

BAB III
:
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
B. Kehadiran Peneliti.
C. Lokasi Penelitian
D. Jenis Data
E. Sumber Data
F. Teknik Pengumpulan Data
G. Teknik Analisis Data
H. Tahap-tahap Penelitian
BAB IV : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 690K/AG/2009 TENTANG SENGKETA WAKAF
A. Sekilas tentang mahkamah agung.
B. Putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf.
C. Dasar pertimbang putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf
BAB V : ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 690K/AG/2009 TENTANG SENGKETA WAKAF
A. Analisis hukum formil terhadap putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf

B. Analisa hukum matriil terhadap putusan mahkamah agung no 690K/AG/2009 tentang sengketa wakaf

BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. penutup
DAFTAR PUSTAKA
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP







J. Daftar Kepustakaan Sementara
1. Abdul Ghafur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia (Yogyakarta: Pilar Media, 2006)
2. Basiq Djalil (pengh.), Peradilan Agama Di Indonesia, cetakan I (Bandung: Kencana Media Group, 2006)
3. H. A. Mukti Arto, Drs, S.H., Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet IV, (Jakarta: Pustaka Pelajar 2003)
4. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Target Press 2002)
5. M. Dahlan. Y. Al-Barry, Iya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Target press, 2003)
6. M. Yahya Harahap, S.H., Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009

{ 1 comments... read them below or add one }

nietzsche mengatakan...

MENGAPA RUMUSAN MASALAH KEDUA DIPAKSA DENGAN KATA @BAGAIMANA@?

Posting Komentar