Belakangan ini negeri kita diramaikan oleh perdagangan software berbayar (propetiary software), bahkan razia terhadap pembajak terjadi di sana-sini. Maklum pedagang software terbesar di dunia Bill Gates datang kesini menjajakan software merek Mincrosoft, produknya, bahkan menggratiskan pada para siswa. Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan kalangan pengembang piranti lunak sistem operasi terbuka (open sources software-OSS), yang saat ini berkembang pesat.
Tetapi untunglah sebanyak 18 Departemen dalam pemerintahan telah berkomitmen untuk melakukan migrasi menggunakan peranti lunak sistem operasi terbuka (open source). Proses ini ditargetkan akan selesai pada tahun 2012. Dari sekitar 400 pemerintah kabupaten dan kota, 100 diantaranya telah menggunakan open source software dalam waktu empat tahun mendatang. Untuk dapat merealisasikan rencana migrasi ke IGOS (Indonesia Goes to Open Source), Kementrian Negara Riset dan Teknologi tengah menyusun dokumen migrasi tersebut. Saat ini telah dihasilkan 8 dokumen yang mengelompokkan beberapa jenis perangkat lunak sesuai menurut fungsinya, antara lain Aplikasi Perkantoran OpenOffice.org, petunjuk instalasi IGOS Nusantara, Perangkat Lunak Bebas dan Open Source, Bahasa Pemrograman Open Source, Konfigurasi Server Linux, dan aplikasi untuk Server. Pembuatan dokumen ini mengacu pada dokumen yang telah dibuat di beberapa negara yang telah mengintegrasikan peranti lunak berbasis operasi terbuka (open source).
Proses migrasi tersebut dalam kenyataannya tidak dapat dilaksanakan langsung dan secara radikal, sebab masih banyak pengguna komputer yang menggunakan peranti lunak berbayar (propetiary). Oleh sebab itu Mentri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman telah membuat sistem keterhubungan atau co-exist dengan sistem tertutup atau berbayar (Propetiary) yang telah banyak sekali digunakan di instansi pemerintahan saat ini.
Rencana proses migrasi ini sempat mengalami keterlambatan beberapa waktu lalu dikarenakan tidak adanya co-exist, beberapa kendala yang timbul diantaranya dalam pertukaran dokumen di antara dua sistem yang berbeda tersebut. Walaupun sebenarnya hal tersebut bukanlah kendala yang besar, sebab pada beberapa peranti lunak berbasis terbuka misalnya LINUX sebagai sistem operasi komputer, telah mengintegrasikan peranti lunak penunjang kegiatan perkantoran antara lain Openoffice.org sebagai pengganti Microsoft Office, Kwrite sebagai pengganti notepad, GIMP sebagai program pengolah gambar yang dapat menggantikan fungsi MSpaint dan bahkan menyamai kemampuan Adobe Photoshop, KCalc berfungsi sebagai kalulator yang bahkan memliki kemampuan lebih lengkap dari kalkulator yang digunakan oleh program berbayar, Mozilla Firefox dan Opera sebagai program untuk berselancar di internet, Mozilla Thunderbird dan Kmail sebagai program pengunduh surat elektronik (email) pengganti Microsoft Outlook, dan masih banyak lagi peranti lunak lainnya yang dapat dijumpai pada sistem operasi terbuka (Open source) yang dapat menggantikan peranti lunak berbayar (Propetiary).
Satu-satunya kendala teknis yang terjadi dilapangan dan menghambat proses migrasi tersebut adalah keengganan pengguna komputer untuk mempelajari dan membiasakan diri dengan peranti lunak yang baru dengan alasan sulit, tampilan atar muka grafis yang tidak mudah untuk dikenali dan sebagainya. Peluang inilah yang sepertinya dibidik oleh pihak pengembang peranti lunak berbayar terbesar di dunia, Microsoft. Saat menemui Presiden R.I beberapa waktu lalu Bill Gates berjanji akan memberikan bantuan berupa peranti lunak terbaru produk dari Microsoft kepada pemerintah Republik Indonesia untuk diimplementasikan di dunia pendidikan Indonesia, pasti dengan syarat tentunya. Bantuan itu seolah menguntungkan, tetapi sebenarnya merupakan ancaman berat buat pengembangan IGOS.
Seandainya saja para petinggi di negeri ini mau memberikan contoh dengan tidak lagi menggunakan peranti lunak bajakan dengan dalih apapun dan mengurangi penggunaan peranti lunak berbayar yang harganya mahal, maka besar kemungkinan penetrasi program berbasis OSS akan dapat terlaksana lebih cepat hingga ke pelosok negeri. Pada lingkup instansi pemerintahan saja, secara teoritis OSS ini dapat menghemat anggaran belanja negara sebesar 60 persen, namun pada prakteknya di lapangan ternyata tingkat efisiensinya hingga mencapai 80%, saat ini baru Kementrian Negara Riset dan Teknologi saja yang telah bermigrasi secara total kepada OSS.
Walaupun memang ada juga isu yang menyatakan bahwa biaya untuk migrasi peranti lunak justru akan lebih mahal dibandingkan dengan tetap menggunakan peranti lunak berbayar, isu ini sudah beredar cukup lama dan memang sengaja dihembuskan untuk meredam penetrasi penggunaan OSS yang semakin meluas berkat berbagai keuntungan yang ditawarkan.
Seharusnya pemerintah lebih mendorong sosialisasi dan penggunaan OSS kepada seluruh jajarannya, apalagi saat ini program OSS bernama IGOS hasil karya putra putri terbaik bangsa sudah semakin dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan pekerjaan sehari-hari.
Saat ini NU Online sendiri juga telah mencoba mengembangkan OSS ini, terbukti sangat murah, mudah dan memiliki tingkat keamanaan yanag bisa diandalkan. Sebenarnya masyaraakat masih terbuka kemungkinan untuk menggunakan distro (jenis) lain misalnya red hat, mandriva, fedora, ubuntu, dan sebagainya. Sehingga pemerintah dapat menghemat angaran biaya dalam hal teknologi informasi dan telekomunikasi, yang seharusnya penghematan tersebut dapat digunakan untuk usaha-usaha pengentasan kemiskinan, membeayai pendidikan atau mendanai riset tentang teknologi di negeri ini untuk menyongsong Indonesia yang lebih baik.
Home »Unlabelled » Mempertahankan Eksistensi Piranti Lunak Indonesia
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar