KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya bagiNya.
Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada
para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji
syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya.Sehingga penulisan makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.
Makalah dengan
judul “KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM” sebagai tugas mata kuliah Agama.
. Dalam
penulisan makalah ini kami banyak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1.Bapak Khozin,Sag selaku dosen mata kuliah agama
2.Orang tua kami yang telah memberikan bantuan materil
dan spiritual
3.Teman-teman kami di STKIP PGRI JOMBANG khususnya
prodi ekonomi 2012 A
Penulis
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa STKIP PGRI
JOMBANG khususnya prodi ekonomi 2012 A. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini.
Dengan makalah
ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
penulis serta pembaca pada umumnya.
Pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang menyedot
pemikiran manusia sejak jaman dahulu kala. Manusia senantiasa bertanya tentang
siapa di balik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi dengan
sendirinya ataukah ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta ini.
Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta
ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan akal yang
dimilikinya. Hasil dari kajian-kajian yang dilakukan, manusia sejak jaman
primitif sudah mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang
disebut dengan Tuhan. Namun, kepercayaan kepada adanya Tuhan berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena perbedaan tingkat kemampuan akal manusia. Menurut Ibnu
Thufail yang menulis kisah novel Hayy bin Yaqdzan mengatakan bahwa manusia
dengan akalnya mampu mempercayai adanya Tuhan.1 Demikian juga para pemikir dari
semua aliran teologi dalam Islam seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah
Bukhara dan Samarkand berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dapat diketahui
melalui akal.2
Mengingat kepercayaan terhadap Tuhan berbeda-beda, lantas apakah semua
Tuhan yang dipercayai oleh manusia merupakan Tuhan yang Haq (benar), dan
bagaimana cara mengetahui Tuhan yang Haq (benar) tersebut? Tulisan ini akan
menjelaskan tentang Tuhan yang Haq (benar) dalam perspektif Islam, dan menguji
Tuhan-Tuhan yang ada dalam kepercayaan manusia di luar Islam.
Berdasarkan
latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini.
- Tuhan menurut ajaran Islam,
- Keimanan dan Implikasi Tauhid dalam Islam,
- Ketaqwaan dan Implikasinya dalam kehidupan.
Tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
- Tuhan menurut ajaran Islam,
- Keimanan dan Implikasi Tauhid dalam Islam,
- Ketaqwaan dan Implikasinya dalam kehidupan
BAB 1
1. FILSAFAT
KETUHANAN DALAM ISLAM
Siapakah
Tuhan itu?
Perkataan
ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45
(Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28
(Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
“Dan Fir’aun
berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
2. Sejarah
Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep
yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun
batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam
literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang
menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max
Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan
Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme
adalah sebagai berikut:
·
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia,
ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan
yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana
adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera.
Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak
dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
·
Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya.
Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif,
roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh
karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan
ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun
adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
·
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari
yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
·
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak
mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia
meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu
dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu
Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
·
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam
tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
a) Deisme yaitu
suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada di luar
alam. Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka
alam bergerak menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya
tidak tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak
lagi diperlukan manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan
hidupnya.
b) Panteisme berpendapat
bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana adal alam di situ
ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada
di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
c) Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam berada
di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan
selalu dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai
ciptaan-Nya. Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam
terlepas dari control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak
alam diatur oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan
oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa
orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang
lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di
Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk
memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang
secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil
berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa
asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme
adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
C. TUHAN MENURUT
AGAMA-AGAMA WAHYU
Pengkajian
manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu
yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan
benar.
Informasi
tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
1. QS 21
(Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu
agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi
mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan
menghakimi mereka.
2. QS 5
(Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku dan
Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
3. QS 112
(Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari
ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah
nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika
nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.
Tuhan yang
haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam
al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada
Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud
ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana
dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan
mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran,
sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”,
dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang
datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya
Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya
esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi
bagian-bagian.
1. Metode
Pembuktian Ilmiah
Tantangan
zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode
ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan
(agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan
menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya
sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah.
Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara
empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu
yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini
disebut dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu
percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu
dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap
salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya
berada pada tingkat yang sama.
3.
Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad
ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam
bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua
termodinamika” (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah
kehilangan landasan berpijak.
Hukum
tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan
perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat
azali.
BAB 11
KEIMANAN DAN
IMPLIKASI TAUHID DALAM ISLAM
1. PENGERTIAN IMAN
Dalam surah
al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang
amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman
kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran
menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi
kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk
mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
2.Wujud Iman
Akidah Islam
dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan
keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan
iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal saleh.
Seseorang
dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan.
Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara
utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
3.Proses
Terbentuknya Iman
Spermatozoa
dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan
ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang
dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup
seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang
mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung
pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap
bayi yang sedang dikandung. Oleh karena jika seseorang menginginkan anaknya
kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri hendaknya berpandangan dan
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan
memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak
disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian
pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan
mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan
keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati
seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh
pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku
orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi
anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya.
Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan
perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir
membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Pada
dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak
mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang
yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus
diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat
verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika
kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping
proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang
anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang
dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
5. KORELASI
KEIMANAN dan KETAQWAAN
Keimanan
pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu
tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas
tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan
keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi
logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah
satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud .
Adapun
tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah
manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian
tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada
Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak
disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-
KESIMPULAN
Kecintaan
kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan
tawakal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu
diperhatikan dan diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan. Pilar
akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tecermin dalam aturan muamalat dan
dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu
Islam adalah agama ibadah. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata
bagi orang yang sedang berjalan. konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia
adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman
lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun
pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana,
lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Proses
perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme ialah:
Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henoteisme, Monoteisme. Yang
mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya
dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung
dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan
kepada wujud yang lain.
Pemikiran
terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di
kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis
besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang
bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena
adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan
kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Pengkajian manusia
tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta
pemikiran manusia, tidak akan pernah benar.
Dalam surah
al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang
amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman
kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran
menurut Sunnah Rasul. Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah
tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid
teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan
keesaaan Perbuatan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Shiahab, M.
Quraisy, 2007, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: PT. Mizan Pustaka
Irwansyah,
2008, Analisis Tentang Kerukunan Umat Beragama, Medan : PPSN IAIN